(Sumber gambar dari Google) |
Sepanjang
sejarah perjalanan hidup umat manusia, pembahasan tentang manusia serasa tidak
pernah ada habisnya untuk diulas, mulai dari antropologi, sosiologi, psikologi
dan lain sebagainya. Yang akan dibicarakan disini adalah mencari tentang apa
itu Manusia, yang bagian manakah, sebelah manakah, terletak dimanakah sesuatu
di diri kita yang kita sebut sebagai Manusia, apakah yang dimaksud dengan
Manusia?
Apakah manusia itu adalah mereka yang berkulit putih, berkulit
kuning, berkulit coklat ataukah yang berkulit hitam, apakah manusia itu adalah
mereka yang tampan, gagah, anggun dan cantik, yang manakah yang disebut sebagai
manusia? Apakah mereka yang memiliki tangan, apakah mereka yang memiliki mata
sempurna, apakah meraka yang bisa berbicara dengan jelas, yang mana letak di
diri manusia yang disebut sebagai manusia?
Seandainya ada seseorang yang tak memiliki lengan, tidak bisa
bicara, tuli atau pincang, apakah mereka bukan disebut manusia? Sering kali
kita melihat orang-orang yang memiliki kekurangan dalam hal fisik diperlakukan
tidak seperti manusia atau tidak manusiawi, bahkan sering kali didiskriminasi,
maka sebenarnya dimanakah letak sesuatu yang disebut sebagai manusia itu?
Letak dari sesuatu di diri kita yang kita namakan sebagai manusia
bukanlah terletak di tangan, bukan di mata, bukan di kaki, bukan di mulut,
bukan juga di wajah, letak sesuatu yang membuat manusia bisa disebut sebagai
manusia adalah di Hati (Perasaan). Di situlah letak manusia bisa disebut
sebagai manusia, bila di Hatinya terdapat kepedulian, rendah hati, ikhlas,
sabar, saling menolong dalam kebaikan, berkasih sayang, berintegritas, dapat
dipercaya, selalu berbaik sangka, tidak mudah menilai seseorang, selalu
berusaha memberikan kebaikan dan kebermanfaatan kepada sesama manusia dan
kepada makhluk Allah yang lain, maka disitulah letak seseorang bisa disebut
sebagai manusia.
Sesempurna apapun fisiknya, sepandai apapun otak dan akal
pikirannya, bila hatinya dipenuhi dengan kebencian, ketamakan, kesombongan, kecurangan,
keculasan, aniaya, keji, kikir, khianat, memakan dan mengambil yang bukan hak
nya, menyakiti dan melukai sesama makhluk dengan cara yang tidak dibenarkan,
ataupun hal lainnya yang bisa merusak dirinya dan orang lain, maka ia belum
bisa disebut sebagai manusia, walaupun wujud fisiknya secara lahiriah adalah
manusia, tapi bila hatinya dipenuhi dengan hal-hal yang negatif tadi, maka ia
belum bisa disebut sebagai manusia, belum bisa disebut manusia dalam artian
secara esensi (makna), secara esensi belum bisa disebut sebagai manusia, karena
ia belum menjadi manusia secara utuh, hanya wujud fisiknya saja yang manusia,
tapi hatinya belum memiliki nilai-nilai kemanusiaan.
Begitupun sebaliknya, walaupun orang tersebut secara lahiriah wujud
fisiknya tidak sempurna atau cacat, misal tidak punya kaki, buta, tuli, bisu,
atau apapun itu, tetapi di bila hatinya tertanam kepedulian, rendah hati,
menerima, ikhlas, sabar, kasih sayang, selalu berusaha dan berupaya dengan
kemampuannya sendiri dan tidak ingin menyusahkan orang lain, selalu ingin dan
memberikan kebermanfaatan kepada yang lain, maka dialah manusia yang
sesungguhnya, maka letak seseorang bisa disebut sebagai manusia yaitu di
Hatinya, bukan di wujud fisiknya.