Perbincangan di sore hari bersama Ayah :
Aku, Manaqib Syaikh Abdul Qodir Al-Jailani dan Ayah
Jujur saja aku katakan bahwa aku dan ayah sebelumnya jarang ngobrol atau berbincang. Biasanya hanya sekedar basa-basi saja, ya karena memang tak ada hal yang dibicarakan. Namun sore hari ini berbeda, untuk pertama kalinya aku merasakan begitu dekat dengan Ayah.
Jadi pada awalnya Ayah bercerita tentang saat perjalanan ayah belajar "Mamaca manaqib syeikh Abdul Qodir".
Sore itu Ayah mengatakan kepadaku bahwa ada beberapa syarat bila kita ingin SUKSES dalam belajar, dalam bahasa sunda, Ayah mengatakan seperti ini:
Lamun Keyeung tangtu pareng, lamun yakin tangtu pasti. Insyaallah
Ayah mengatakan seperti ini "Jadi kieu a lamun urang hayang sukses belajar, eta aya syarat na"
Pertama, belajar eta lila waktu na (belajar itu lama waktunya), tidak sebentar waktu. Kalau kita benar-benar ingin sukses dalam menguasai suatu ilmu maka dibutuhkan waktu yang panjang dan kita harus siap untuk hal itu, harus siap mengorbankan waktu.
Nu kadua, kudu gede sabar na (harus besar kesabarannya), karena tanpa kesabaran yang besar, mustahil ilmu tersebut bisa kita kuasai. Dalam prosesnya pasti ada banyak hal yang begitu membosankan, capek, lelah dan lain-lain dan hal itu hanya bisa diatasi dengan kesabaran.
Nu katilu, cukup bekal na (harus mempunyai bekal yang cukup). Cukup bekal disini yaitu mulai dari mengorbankan materi, mental dan fisik. Segala sesuatu membutuhkan modal, begitu pula dengan belajar atau mencari ilmu.
Nu ka opat, getol ngaji na (rajin mengkaji dan mempelajari ilmu yang telah diajarkan), mengulas kembali ilmu yang telah dipelajari, tak pernah bosan datang ke majelis, ke sekolah. Rajin dalam mempelajari ilmu.
Nu ka lima, pinter jeung bener guru na (pandai dan benar gurunya), belajar kepada guru yang bukan hanya memberikan pelajaran materi teori tapi juga memberikan ketauladanan, memberikan contoh yang baik dan benar kepada para murid, itulah guru yang pandai dan benar. Belajar kepada guru yang memiliki sanad keilmuan dan riwayah yang bisa dipertanggungjawabkan.
"Mamaca Manaqib syeikh abdul qadir Al-Jailani", yang ayah pelajari adalah membacakan riwayah biografi dan perjalan syeikh abdul qodir dalam mencari ilmu dalam bentuk pupuh atau syair yang kemudian ditutup dengan doa. Hal itu dilakukan untuk dijadikan motivasi bagi para thulab agar ghirah dan semangat, kemudian mengambil teladan dan contoh bagaimana seharusnya para thulab dan para pencari dalam menemukan huda (petunjuk) dari Ilahi.