Semua orang selalu memiliki harapan untuk suatu tujuan yang ingin diwujudkan, dengan harapanlah manusia bisa menjalani hidup dengan seutuhnya, merasakan hidup sehidup-hidupnya. Namun, kerap kali, bahkan seringnya, harapan yang diinginkan, terasa begitu sulit atau bahkan terasa jauh untuk menggapai dan mewujudkan harapan tersebut.
Mengapa hal tersebut bisa terjadi, karena tanpa disadari, ada hal-hal yang menjadi penghalang bagi harapan yang kita inginkan. Hal inilah yang sering kali terlupa atau luput dari kesadaran kita, untuk mengatasi sesuatu, maka kita harus mengetahui terlebih dahulu terhadap apa yang menjadi problem atau masalahnya, yaitu mengetahui akar masalahnya, dengan mengetahui apa saja yang menjadi penghalang bagi harapan-harapan atau masalah tersebut, maka kita bisa belajar untuk menanggulangi ataupun berupaya menghindarinya.
Seperti halnya jika kita sudah mengetahui bagaimana kondisi jalan yang akan dilalui. Misalnya, di jalan sini ada lubang, di depannya jalannya berkerikil, jalan yang mulus ada di sebelahnya, dengan mengetahuinya, maka kita bisa menyiapkan cara untuk menghadapinya. Misalnya, di jalan yang berlubang, kita mulai menurunkan kecepatan, kemudian menghindarinya, di jalan yang berkerikil mulai bersiaga rem dan laju dengan perlahan-lahan.
Dan berikut beberapa hal yang bisa menjadi penghalang bagi harapan-harapan.
1. Emosi
Yaitu emosi-emosi negatif, misalnya terburu-buru, malas, tidak percaya diri, atau bahkan terlalu percaya diri, gak bisa ngomong, grogi, malu, mentalnya minder dan lain sebagainya. Misalnya, ingin segera mempunyai pasangan, sering membicarakan tentang pasangan yang diinginkan dan lain sebagainya, tapi ketika dihadapkan dengan orang tersebut, malah grogi, gak bisa ngomong, malu, mentalnya tidak kuat, maka harapan untuk segera memiliki pasangan akan menjadi terhalang. Penghalangnya adalah emosional tadi, perasaan-perasaan emosional yang mempengaruhi mental.
Maka, cobalah belajar untuk mengendalikan emosional-emosional tersebut, jangan sampai emosi menguasai diri, tapi diri kitalah yang harus menguasai emosi tersebut.
2. Stressor
Yaitu sesuatu yang menghalangi, yang menekan kondisi mental, yang nanti berkaitan dengan emosi. Misalnya begini, ingin cepat lulus tapi harus kerja. Maka pekerjaan itulah yang menjadi stressor, karena harapan utamanya adalah ingin cepat lulus kuliah, tapi terhalang oleh pekerjaan, sehingga membuat mental tertekan.
Atau misalnya ingin bisa mengaji dan mendalami ilmu agama, tapi belajar ngaji sulit, ikut majelis taklim dan kajian sulit. Maka stressornya adalah keinginan ngaji dan majelis taklim tadi, maksudnya adalah begini, kondisi tertekan yang membuat diri menjadi stress maka kondisi tersebut menjadi penghalang untuk tercapainya harapan tersebut. Maka tariklah diri dan buatlah jarak antara diri dan keinginan yang menjadi penyebab stressor tersebut.
Bila keinginan tersebut membuat kita stress, maka tariklah jarak terlebih dahulu, karena tidak mungkin suatu harapan bisa dicapai jika kondisi mental dalam keadaan stress. Harapan takkan bisa dicapai jika kondisi mental tidak stabil, maka yang paling penting adalah menstabilkan kondisi mental terlebih dahulu, agar tidak impulsif dan tidak mudah putus asa.
Jangan sampai "keinginan" untuk bisa mengaji malah jadi penghalang harapan untuk kita mengaji, memaksa keinginan malah membuat stress dan tertekan, yang akhirnya harapan yang diinginkan menjadi terhalang.
Buatlah jarak yang tepat antara keinginan dan realitas, sehingga diri tidak terjebak ke dalam stressor. Intinya, jangan sampai keinginan tersebut malah membuat diri menjadi stress dan tertekan.
3. Surprise Event
Kejadian tak terduga, surprise event dapat mempengaruhi respon agency (individu) dalam menjalankan pathwai (jalan) untuk mencapai tujuan, yang memungkinkan individu keluar dari koridor pathwai yang sudah direncanakan. Membuat individu keluar dari jalan cita yang sedang ditempuh.
Misalnya, kalau saya masuk kuliah dan jadi mahasiswa, ingin jadi mahasiswa yang rajin, ingin rajin tahajud, ingin punya hafalan Al-Qur'an, tapi setelah jadi mahasiswa, harapan-harapan tersebut malah tidak tercapai, karena adanya suatu kondisi yang menghalangi, kondisi yang tak terduga, yang tak seperti yang diharapkan. Misalnya, setelah masuk kuliah ternyata malah banyak tugas, banyak penelitian yang membuat kelelahan dan kehilangan banyak waktu untuk membangun harapan-harapan tadi.
Atau misalnya punya harapan ingin jadi dokter, tapi masuk kuliahnya ke fakultas pendidikan, maka kondisinya sudah berbeda, peristiwanya sudah berganti dengan kenyataan yang dihadapi, maka orientasi harapannya pun berubah untuk menyesuaikan realitas. Sehingga harapan yang sebelumnya diinginkan menjadi terhalang atau mungkin tidak tercapai.
Sama halnya saat kita masih kecil, ketika ditanya cita-citanya ingin jadi apa, dengan mudah kita menjawab, ingin menjadi dokter, pilot, tentara atau apapun itu, kita dengan mudah menjawab karena tidak dihadapkan dengan surprise event.
Tapi, ketika sudah dewasa dan ditanya lagi, misalnya jika sekarang masih di kondisi berkuliah, mungkin ketika ditanya terkait apa keinginannya atau cita-citanya, maka ia mungkin akan menjawab "Saya hanya ingin segera lulus" karena dirinya sudah menyadari betapa banyaknya surprise event yang ditemui dan dihadapi.
Dahulu, saat masih S1, punya cita-cita untuk lanjut S2, tapi ketika sudah lulus kuliah kemudian ditanya lagi, ia hanya menjawab "Saya ingin kerja saja". Karena banyaknya surprise event yang dihadapi.
Lalu bagaimana caranya, sebenarnya harapan tersebut bukan tak tercapai, hanya saja jalannya terjal, dan orientasi yang dibangun pun mesti diubah dan disesuaikan.
Misalnya begini, dulu ketika masih jenjang pendidikan S1, ingin bisa lanjut ke S2 ke luar negeri, tapi setelah lulus, ternyata realitanya tidaklah mudah. Maka yang harus dilakukan adalah menggali kembali tujuan dari keinginan S2 tersebut untuk apa, apa inti yang ingin dituju, bagaimana nanti setelahnya, apa substansinya. Setelah digali dan direnungi misalnya, oh ternyata tujuan saya S2 adalah untuk menjadi dosen atau alademisi, jika tujuannya itu, maka berkuliah di dalam negeri pun tidak masalah, kuliah S2 sambil kerja pun tidak masalah, toh tujuannya adalah menjadi dosen atau akademisi, jadi tidak perlu kuliah ke luar negeri pun tak apa-apa. Kecuali bila tujuan S2 nya adalah untuk mencari istri bule atau ingin punya pasangan beda negara.
Jadi, semua kembali kepada goals atau pun tujuan yang ingin dicapai, sehingga walaupun begitu banyak surprise event yang ditemui, hal tersebut tidak menjadi pengahalang bagi harapan dan cita yang ingin dicapai.
Misalnya ingin lanjut pendidikan ke jenjang S2 dengan tujuan ingin menjadi dosen, sedangkan dalam perjalanannya, misalnya sulit mendapatkan beasiswa, sedangkan pekerjaan sekarang tidak memadai untuk melanjutkan kuliah S2 dan menjauhkan kita dari harapan dan cita yang dituju. Maka jika begitu, carilah pekerjaan yang lebih layak, yang bisa menunjang dan mendekatkan kita kepada cita dan harapan yang dituju.
Bila kegiatan dan pekerjaan kita membuat kita semakin jauh dari cita dan harapan kita, maka tinggalkanlah dan carilah lingkungan, pekerjaan serta lingkaran sosial yang bisa mendekatkan kita kepada harapan, mimpi dan cita-cita kita.
Aku sering grusa-grusu endak sabaran
BalasHapus