Hidup yang tak pernah diuji adalah hidup yang tak memiliki arti. Hal ini sengaja saya tulis sebagai pengingat bagi diri pribadi, bahwasanya, kehidupan di dunia ini tidak mungkin tidak diuji. Segala sesuatu, apapun itu, untuk mengetahui kadar kualitasnya, maka harus dilakukan pengujian terlebih dahulu.
Kenapa kemudian saya menuliskan hal ini, pertama, agar diri selalu ingat, bahwa untuk mengetahui kualitas dan kemampuan diri, maka kita harus melalui proses ujian dalam hidup. Seperti halnya level dalam sebuah permainan, untuk mencapai level berikutnya yang lebih tinggi, maka kita harus melewati beberapa rintangan, kita harus melalui ujian-ujiannya, kadang gagal dan harus mengulang, dan kadang berhasil.
Tapi, yang paling penting, bukan terletak pada gagal atau berhasilnya, yang lebih penting adalah bagaimana proses kita melaluinya, gagal dan berhasil adalah Sunatullah (hukum alam) yang pasti selalu terjadi, dan tidak semua hal langsung berhasil dan lolos ujian, kadang, ada yang harus sampai beberapa kali melalui tahap ujian agar bisa naik level.
Ujian hidup setiap orang berbeda-beda, ada yang diuji oleh pasangan, ekonomi, kecemasan terhadap masa depan, tekanan lingkungan sosial dan lain sebagainya, setiap orang akan diuji sesuai kadar kemampuannya.
Dan, ujian hiduplah yang membuat manusia hidup dan merasakan hakikat hidup, hidup yang tak pernah diuji adalah hidup yang tak memiliki arti.
Jika sekarang engkau sedang dihadapkan kepada hal, kondisi atau pun peristiwa yang dirasa begitu berat, ingatlah, bahwa sesungguhnya engkau akan naik level, engkau akan naik tingkat ke tangga berikutnya yang lebih tinggi lagi.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman:
وَلَـنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِّنَ الْخَـوْفِ وَا لْجُـوْعِ وَنَقْصٍ مِّنَ الْاَ مْوَا لِ وَا لْاَ نْفُسِ وَا لثَّمَرٰتِ ۗ وَبَشِّرِ الصّٰبِرِيْنَ
wa lanabluwannakum bisyai-im minal-khoufi wal-juu'i wa naqshim minal-amwaali wal-angfusi was-samaroot, wa basysyirish-shoobiriin
"Dan Kami pasti akan menguji kamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan. Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar,"
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 155)
Lalu, apa kunci dalam menghadapi ujian, jika mengambil Al-Quran sebagai referensi, maka jawabannya adalah "Sabar". Di sini, kita harus bisa membedakan apa itu sabar, apa itu pasrah dan apa itu menyerah.
Sabar adalah kemampuan untuk mengendalikan emosional diri terhadap situasi dan kondisi yang terjadi (khususnya untuk hal-hal yang tidak menyenangkan), sabar bukanlah sesuatu yang didapatkan seperti membeli barang, yang langsung bisa didapatkan saat itu juga.
Sabar adalah sesuatu yang ditanam dan ditumbuhkan seperti buah, sesuatu yang dirawat, ditumbuhkan, dan dikembangkan. Kesabaran, erat kaitannya dengan kesadaran sang jiwa, jiwa dipupuk dan dilatih untuk selalu dalam kondisi berkesadaran, sehingga ia selalu sadar terhadap segala sesuatu yang dilakukan, sesuatu yang ia lakukan adalah sesuatu yang ia sadari, ia sadar konsekuensi serta dampak yang ditimbulkan dari apa yang dilakukan.
Tapi, sabar bukanlah sesuatu yang abstrak, sabar yang benar adalah sabar yang memiliki fokus point tujuan. Misalnya, ada seseorang yang sabar dalam mendaki gunung, karena ia tahu tujuan dari kesabarannya adalah bisa mencapai puncak gunung. Jadi, sabar itu harus ada fokus pointnya, jika kita bersabar, maka kita bersabar terhadap apa, dan apa tujuan dari kesabaran yang kita lakukan?
Misalnya, sabar ketika mendengarkan ucapan orang lain yang tak menyenangkan bagi hati kita, kemudian kita menahan amarah dan rasa kesal kita, sampai kemudian kita mengubah emosi negatif amarah kita menjadi emosi positif. Karena, kita tahu bahwa tujuan kita bersabar adalah menjaga nama baik dan lingkungan sosial di mana tempat kita berada, semisal di tempat kerja dan lain sebagainya.
Selanjutnya adalah pasrah, ini yang sering kali disalah artikan, pasrah kerap kali dipahami sebagai sesuatu yang menyerahkan segala urusannya kepada Tuhan, kemudian berdiam diri tak melakukan apa-apa dan menerima kondisi begitu saja tanpa ada usaha.
Justru, pasrah adalah totalitas tertinggi dalam melakukan ikhtiar, ia lakukan apapun yang bisa dilakukan dan berupaya sebaik mungkin untuk mengatasi kondisi dan keadaan yang menimpa dirinya, dan letak perbedaannya ada di sini, yaitu nilai keyakinan di dalam hati.
Pasrah adalah melakukan totalitas dalam ikhtiar dengan tidak berharap berlebihan kepada hasil, yang ia lakukan adalah fokus saja untuk melakukan upaya terbaik, ia yakin dengan sepenuh hati, ia wakilkan harapannya hanya kepada sang pengatur segala-galanya, yaitu Allah ta'ala.
Inilah yang membedakan antara pasrah dan menyerah, menyerah adalah mengibarkan bendera putih, tak mau lagi berusaha, tak ada totalitas, ia hanya berdiam diri dan kemudian mengatakan bahwa ini adalah takdir Tuhan, tak lagi melakukan upaya dan berhenti berusaha, itulah yang disebut dengan menyerah.
Oleh karena itu, lihat dan cek kembali diri kita, di posisi mana dan akan mengambil sikap apa ketika diri dihadapkan pada sebuah proses ujian hidup. Jadilah seperti matahari terbit, sekalipun malam berkali-kali menenggelamkannya, namun esoknya, ia, tetap bangkit dan bersinar.