Di dunia ini, banyak sekali kursus untuk mempelajari berbagai keahlian, entah itu keahlian pemasaran, manajemen, bahasa, maupun yang sekarang berkembang pesat, yaitu di bidang teknologi. Namun, ada satu skill atau kemampuan, yang setinggi apapun keahlian yang dimiliki, setua apapun umurnya, sebanyak apapun pengalamannya, sebanyak apapun buku yang telah dibacanya, sebanyak apapun prestasi yang dicapainya, satu kemampuan ini belum tentu bisa dikuasai oleh sembarangan orang, kecuali mereka yang telah mencapai peak experience, yang telah berupaya membersihkan jiwa dan diri mereka dari segala penghalang yang menutupi pandangan batinnya.
Sehingga, mereka yang telah menguasai kemampuan ini, takkan ada rasa takut, cemas ataupun khawatir, karena segala penghalang telah terbuka bagi jiwa dan batinnya, sehingga ia bisa dengan jelas melihat segala sesuatu. Ia begitu jernih untuk melihat apa-apa yang terjadi dan menimpa dirinya.
Apakah gerangan kemampuan yang satu ini, kemampuan yang bisa menjadikanmu raja atas segala raja di dunia ini, tak ada lagi yang bisa menindasmu sekalipun engkau dalam kondisi ditindas, disakiti, atau segala kondisi apapun yang dialami, keadaan itu takkan mengubah dirimu.
Kemampuan tersebut adalah Ketenangan batin, ke-ajeg-an sang jiwa, keteguhan sang diri dan kemurnian hati. Ia selalu bisa tentang di kondisi apapun, tak terpengaruh oleh emosional di dalam maupun di luar dirinya, ia tak terpengaruh mood dan ataupun lingkungannya. Sepenuhnya adalah kesadaran sang jiwa, sepenuhnya ia hidup di dalam ketenangan dan kesadaran yang terus menerus, bahkan saat dirinya tidur sekalipun.
Ia tak akan panik berlebihan terhadap kondisi apapun yang dihadapi, ia hanya melakukan reaksi se-wajarnya yang diperlukan, karena, tidak semua hal harus diberikan reaksi, mereka yang telah menguasai kemampuan ini tidak akan terburu-buru untuk melakukan sesuatu, dia akan diam dan memperhatikan, setelah mendapatkan hasil yang diamati, ia pelajari lagi dengan sebaik-baiknya, kemudian barulah di situ, ia akan memutuskan apakah akan memberikan reaksi atau tidak terhadap hal tersebut, apakah hal tersebut layak untuk diberikan sebuah reaksi atau cukup didiamkan saja.
Untuk memudahkan, kita akan menggunakan istilah arahat, siddha ataupun rausyan bagi mereka yang telah berada di tahap ini (ketenangan batin).
Misalnya, ketika seorang rausyan dimarah-marahi oleh atasannya secara tiba-tiba, ia tidak langsung bereaksi, ia akan diam dan memperhatikan, kemudian mempelajari fakta yang sesungguhnya, sampai ia mendapatkan alasan yang seterang-terangnya, jika ternyata setelah diketahui bahwa atasannya sedang memiliki masalah keluarga di rumah, kemudian mendapatkan tekanan pekerjaan dari Boss, sehingga mengakibatkan membawa permasalahan tersebut ke kantor, dan kebetulan misalnya, pekerjaan yang sedang dikerjakan oleh seorang rausyan, ternyata ada yang kurang, maka yang ia lakukan adalah memperbaiki pekerjaannya, lalu setelah itu ia mengetahui faktanya, maka ia mulai memilih opsi untuk memberikan reaksi.
Seorang rausyan akan mempertimbangkan opsi, apakah ia akan memberikan marah dan kesal kepada atasannya ataukah ia akan menawarkan diri untuk membantu atasan atau apakah ia akan diam saja. Banyak opsi yang kemudian bisa diambil oleh para rausyan dalam menghadapi berbagai peristiwa hidup yang dialami.
Jadi, bagi para rausyan, siddha maupun arahat, mereka baru akan memberikan reaksi setelah mengetahui dan mempelajari fakta yang sebenarnya. Para rausyan, ibarat orang yang telah mengangkat wajahnya dari kolam air, sehingga terciptalah jarak antara dirinya dengan kolam (peristiwa), sehingga dengan jarak tepat yang telah diambilnya, ia bisa melihat dengan jernih terhadap apa yang dilihatnya di dalam kolam tersebut.
Para rausyan yang telah meningkatkan level kesadarannya, akan memberikan reaksi natural yang menumbuhkan, jika pun ia marah, cara marahnya sangat elegan, penuh dengan keadaban dan etika, ia tidak akan marah-marah dengan mengeluarkan kata-kata kasar atau sikap dan perilaku yang menyakiti. Ia akan memilih untuk diam mendengarkan, dan setelah itu pergi untuk menjernihkan pikiran dan batinnya dari getaran negatif yang dilontarkan oleh orang yang marah padanya atau orang yang membuatnya kesal.
Ada 4 aturan emas yang dipegang erat oleh para rausyan, arahat ataupun siddha, yakni.
Sebelum berasumsi, mempelajari fakta
Sebelum menghakimi, memahami kenapa
Sebelum menyakiti seseorang, coba rasakan
Sebelum berbicara, berpikir.
Hal tersebut tidak terbatas pada objek manusia, tapi juga peristiwa ataupun kejadian yang dialami. Misalnya, ketika ia dikhianati oleh kekasihnya, diselingkuhi atau ditinggalkan menikah, ia tidak akan panik atau cemas, apalagi galau tak karuan.
Ia akan diam sejenak, kemudian mencari tahu dan mempelajari faktanya, jika ternyata setelah ditemukan fakta, bahwa dirinya ditinggalkan karena dianggap kurang mapan dan ada pria yang lebih mapan darinya. Maka yang ia lakukan adalah menerimanya, jika faktanya memang demikian dan si perempuan telah mengkhianati, lalu apa lagi yang harus dilakukan, ya sudah biarkan saja.
Pun bila mau, bagi para rausyan, jika ia telah mendapati faktanya, ia bisa memilih akan berupaya mengubah dirinya menjadi lebih mapan atau mencari wanita yang mau menerima kondisinya saat ini dengan sebagaimana adanya. Bagi seorang rausyan, tak perlu ada hal yang dipusingkan dan dikhawatirkan di hidup ini, cukup dengan tenang, perhatikan dan pelajari, kemudian mencari solusi dan jalan terbaik yang ingin diambil, jika memang dirinya mau dan berkehendak untuk melakukan hal itu.
Ia tidak khawatir dan takut terhadap kehidupan dan pekerjaan atau segala sesuatu yang sifatnya materil duniawi, yang ia lakukan adalah terus meningkatkan kapasitas diri untuk setiap hal yang ingin diraih atau dilakukannya. Jika misalnya orang akan khawatir, galau atau cemas ketika kehilangan pekerjaan, para rausyan akan tetap tenang dan menjernihkan pikiran serta batinnya, memilih untuk fokus terhadap hal apa yang kemudian bisa dilakukan dan dikerjakan.
Dan, setiap tindakan yang dilakukannya selalu berdasarkan kesadaran atas diri untuk melakukan sebuah perubahan yang sejati di dalam diri, bukan karena untuk membalas dendam atau membuat orang yang telah menyakitinya merasa menyesal, ia menganggap bahwa kehidupan hanyalah sebuah panggung saja, dan dirinya adalah pemeran di panggung tersebut.