Cinta adalah hal yang paradoksal, ia adalah dualitas dalam kemanunggalan atau Esa, ia satu namun hakikatnya dua, hakikatnya dua namun sesungguhnya ia satu. Kita bisa menyebutnya satu yang dua atau dua yang satu, cinta itu seperti diri dan bayangan, terlihat satu namun sesungguhnya dua, terlihat dua namun hanya satu.
Kenapa cinta disebut paradoksal, karena, cinta itu menggenggam dua hal sekaligus secara bersamaan, namun, saling bertentangan. Cinta adalah penyakit sekaligus obat, cinta menyimpan racun sekaligus penawarnya, cinta adalah kebahagiaan sekaligus penderitaan, bahagia sekaligus tangis, senang sekaligus sedih.
Karena cinta memiliki dua sisi yang saling bertentangan atau paradoksal, maka ketika salah satu sifat naik, maka sifat yang lain akan turun, ketika salah satu sifat turun maka yang lain akan naik.
Ketika sisi kebahagiaan yang naik, maka sisi penderitaan akan turun, ketika sisi kebahagiaan yang turun, maka penderitaan akan naik.
Maka dalam cinta, yang paling penting adalah menjaga stabilitas dua sisi tersebut, itulah yang disebut hukum kesetimbangan cinta.
Inilah yang harus disadari oleh setiap pecinta, orang yang jatuh cinta atau para penyebar dharma dan cinta kasih, bahwa karena cinta memiliki sifat paradoksal, maka risikonya adalah kita akan mengalami satu dari pada dua sifat yang terkandung di dalamnya. Kalau tidak sedih ya bahagia, kalau tidak bahagia ya pasti sedih.