SANIKRADUFATIH - Manusia sering kali bernafsu terhadap sesuatu, tanpa memikirkan apa dampak dari sesuatu yang dilakukannya tersebut, senantiasa mengejar sesuatu akan tetapi tidak mengetahui hakikat dari sesuatu yang dikejar atau diinginkannya.
Berikut ini adalah penjelasan terkait jalan pembuka bagi pembabaran kesadaran, utamanya yang berkaitan dengan kehendak nafsu atau penyebab duka atau pun penderitaan bagi kehidupan manusia.
Manusia, secara umum sangat menginginkan dua hal ini, pertama, kenikmatan, dan yang kedua kebahagiaan, tapi sangat jarang dari kebanyakan manusia memahami dan menginginkan tingkat pencapaian ketiga, yang diistilahkan dengan suwung, kesunyaan, tiada banding, amorfati atau melampui titik dari segala sesuatu.
Sekarang, kita akan membahas tentang apa itu kenikmatan, kebahagiaan, amorfati dan sifatnya, serta apa konsekuensinya bagi manusia.
Kenikmatan
Kenikmatan adalah nafsu rendah, ia sifatnya sangat singkat, penuh tipu daya, dibungkus dengan sedemikian cantik dan menawan, yang kemudian akan membawamu kepada penderitaan tak bertepi.
Ketika tujuan hidup manusia hanya disandarkan kepada kenikmatan semata, maka seumur hidupnya ia akan menderita, karena, kenikmatan berlangsung sangat singkat dan tak pernah memiliki ujung kepuasan, ia akan selalu meminta lebih dan lebih.
Kenikmatan itu sangat lah singkat dan tak bertahan lama, ia menipu matamu seolah-olah kenikmatan itu sangatlah berarti.
Perumpamaan dari kenikmatan misalnya seperti ini, ada sebuah iklan hamburger atau es krim yang ditawarkan dengan harganya selangit, para marketingnya begitu hebat memasarkan produk, seolah-olah burger atau es krim itu adalah yang terbaik.
Kemudian, banyak orang berbondong-bondong tersihir dan menginginkannya, padahal kenikmatannya hanya sesaat, rasa nikmatnya hanya sebatas saat lewat masuk kerongkongan setelah itu selesai, tak sampai satu menit, setelah itu burger tersebut menjadi kotoran, lalu, apakah orang-orang akan memperebutkan kotoran dari makanan yang harganya selangit dan nikmat itu?
Setelah kenikmatannya hilang, orang akan menderita, ia akan merasa sedih karena kenikmatan yang dirasakannya berlalu begitu cepat.
Orang-orang yang hanya mengejar kenikmatan, "maaf jika bahasanya agak kasar" hidupnya seperti binatang. Tak pernah puas dan selalu menginginkan lebih dari apa yang sudah dimiliki, sudah punya satu, ingin dua, sudah punya dua ingin tiga. Orang-orang yang hanya mengejar kenikmatan semata, hidupnya tak akan pernah tenang, karena ia selalu merasa kurang.
Akibat dari selalu mengejar kenikmatan, akhirnya berbagai cara pun dilakukan, mulai dari korupsi, memanipulasi, menipu, bahkan menjual harga dirinya sendiri demi kenikmatan yang hanya sekejap itu.
Kemudian, apakah kenikmatan itu buruk, tidak juga, ia adalah sesuatu yang alamiah, ia hanya akan menjadi buruk ketika manusia tak bisa mengendalikan dirinya dan malah dikendalikan oleh kenikmatan nafsu itu sendiri.
Hidup yang hanya ditujukan untuk memenuhi nafsu kenikmatan, akan memunculkan sifat tamak, rakus, kikir, bakhil, iri dengki, dan laku curang, dan hidup orang yang seperti itu akan senantiasa dalam ketakutan serta kesengsaraan batin.
Orang yang hanya mengejar kenikmatan, ia berani melakukan tindakan-tindakan yang bertentangan dengan aturan negara maupun dhamma, seperti korupsi, menipu, menjebak dan bahkan fitnah, untuk demi dirinya bisa memenuhi dan mengejar kenikmatan semata.
Dan, kenapa mereka hidup dalam kesengsaraan dan ketakutan, Misalnya karena mereka mengejar nafsu kenikmatan, akhirnya ada yang melakukan tindakan korupsi, menipu atau sejenisnya, ia akan merasa selalu takut dan selalu khawatir jika tindakan korupsinya atau tindakan buruknya suatu saat akan diketahui. Hal buruk takkan pernah membawa kedamaian.
Kebahagiaan
Kebahagiaan memiliki durasi waktu yang sedikit lebih lama dibandingkan kenikmatan, karena ia sifatnya adalah emosional namun masih tetap menjadikan sesuatu di luar dirinya sebagai sarana, bukan tujuan dari kebahagiaan itu sendiri.
Orang yang hanya mengejar kebahagiaan, akan banyak menemui kekecewaan, karena, sama seperti kenikmatan, sifat kebahagiaan pun sementara atau tidak kekal, kebahagiaan semu adalah kebahagiaan yang dipengaruhi oleh kondisi atau keadaan.
Walaupun kebahagiaan durasi waktunya lebih lama dari pada kenikmatan, namun kebahagiaan pun tetap terbatas.
Perumpamaan dari kebahagiaan adalah ketika kita mendapatkan hadiah dari seseorang yang spesial, atau mendapatkan promosi jabatan, merasa dicintai oleh banyak orang, diberikan pujian, disanjung dan mendapatkan penghargaan terhadap berbagai pencapaian.
Kebahagiaan itu bisa bertahan sampai beberapa hari, beberapa pekan atau mungkin tahun, tapi, setelah itu, semuanya akan berganti, karena hidup tak selamanya tentang kebahagiaan.
Ketika kebahagiaan itu hilang, maka manusia pun akan menderita, karena melekatkan kebahagiaan kepada sesuatu yang ada di luar diri atau melekatkan kebahagiaan kepada fenomena atau peristiwa, ketika fenomena tersebut hilang, maka kebahagiaan pun akan hilang, dan membuat manusia masuk ke dalam penderitaan.
Amorfati
yaitu menjadi dan mencintai segala sesuatu sebagaimana adanya, mencintai dan memaknai setiap peristiwa hidup yang dialami dan dijalani.
Ini adalah salah satu di antara tingkat tertinggi dalam kesadaran spiritual, yaitu kondisi yang di mana segala rasa emosional dan kondisi tak lagi mempengaruhi dirinya, ia menjadi manusia yang merdeka dari perbudakan materil maupun batin.
Ia tak lagi melekatkan kebahagiaan, penderitaan, kesenangan, kesedihan, kenikmatan dan kepahitan, baginya semua itu adalah sama, itu semua hanyalah peristiwa yang datang dan pergi silih berganti.
Amorfati lebih dekat kepada istilah ikhlas dalam spiritualitas Islam. Amorfati yaitu melampui kebahagiaan dan kenikmatan itu sendiri, mencintai setiap takdir atau fenomena yang hadir.
Ia melampui kebahagiaan dan penderitaan, ia melampui itu semua, kebahagiaan dan penderitaannya tak lagi dan bukan dipengaruhi oleh kondisi, fenomena atau apapun, ia menganggap bahwa segala yang tak tetap, segala yang tak pasti, segala yang tak kekal adalah kosong atau ilusi.
Namun, karena ia kosong, maka kita bisa mengisinya dengan apapun yang kita mau, arti kosong disini adalah mengosongkan segala prasangka terhadap segala kejadian hidup yang menimpa, tidak menilai segala sesuatu sebelum kita mengetahui hakikat dan makna dari peristiwa tersebut.
Untuk bisa mencapai kondisi batin dan spiritualitas murni memang tidak mudah, dibutuhkan berbagai latihan dan pendisplinan diri yang terus menerus dan tiada henti.
Bukan lagi kondisi dan suasana yang membuatnya sedih atau menderita, tapi ia sendiri lah yang memaknai dan memberikan nilai terhadap kondisi atau pun suasana yang dialami, apakah ia memilih untuk memberikan makna kesedihan atau kah makna kebahagiaan.
Kebahagiaan dan penderitaan itu sudah dikendalikan atas kehendak dirinya sendiri. Batinnya begitu kokoh seperti batu karang, walaupun diterjang ratusan bahkan jutaan kali oleh ombak kehidupan, ia akan tetap teguh dan kokoh sebagaimana adanya. Batinnya tak tergoyahkan oleh apapun, tak lagi dipengaruhi oleh suka maupun duka.
Baginya, kedua hal itu adalah sama, bahagia sementara, penderitaan pun sementara, semuanya datang silih berganti.***